Mendidik Anak Menuju Aqil Baligh

https://www.birulangit.id/?m=1

Oleh : Ust Harry Santosa

Parenting Corner-Dr Malik Badri, seorang psikolog Muslim asal Sudan, tahun 1980an dan tahun 2000an pernah ke Indonesia, beliau dikenal dengan bukunya yang berjudul Dilemma Psikolog Muslim, sudah diterjemahkan sejak lama di Indonesia.

Beliau mengatakan bahwa penjenjangan toddlers, kids, teenagers, adults dimana masing masing ada tahap awal tengah dan akhir, lalu ada pubertas dsbnya sesungguhnya tidak pernah bisa dibenarkan secara ilmiah. Itu hanya pengamatan masyarakat barat terhadap masyarakat mereka. Penjenjangan tidak ilmiah ini kemudian masuk ke dalam penjenjangan sistem persekolahan.

Sementara Islam hanya mengenal dua fase saja, yaitu fase sebelum aqilbaligh dan sesudah aqilbaligh. Baligh pada anak pria ditandai dengan mimpi basah (ihtilam), dan pada wanita ditandai dengan menstruasi (haidh).

Islam, bahkan dunia sampai abad 19 tidak mengenal fase remaja (adolescence). Fase ini diciptakan pada era industri sampai kini dengan berbagai kepentingan konglomerasi akan sebuah kelas konsumtif dan kepentingan negara sepihak untuk memanipulasi data demografis.

AqilBaligh dalam Islam tentu bukan sekedar pertanda fisik, namun juga pertanda berpindahnya fase anak sebelum wajib syariah dan fase sesudahnya yaitu pemuda, fase dimana jatuhnya kewajiban menjalankan syariah atau masa pembebanan syariah atau sinnu taklif.

Islam tidak mengenal aqil belum baligh atau baligh belum aqil (remaja).

Maka ketika seorang anak mencapai aqilbaligh maka dia tidak lagi disebut anak, tetapi seorang pemuda yang setara dengan kedua orangtuanya dalam kewajiban ibadah, jihad, zakat, nafkah dstnya.

Semua ulama fiqih sepakat, bahwa anak lelaki yang sudah mencapai AqilBaligh maka orangtua tidak wajib lagi menafkahinya. Jika ada anak lelaki kita yang aqilbaligh yang masih dinafkahi, maka sebenarnya bukan nafkah tetapi shodaqoh, karena statusnya faqir miskin.

Oleh karenanya sistem pendidikan Islam seharusnya menyiapkan anak lelaki agar mampu menjadi mukalaf atau orang yang mampu memikul syariah tepat ketika dia aqilbaligh.

Sayangnya sistem pendidikan kita umumnya abai terhadap konsep dan praktek AqilBaligh ini. Syariah yang diajarkan akan tdk banyak artinya jika anak tidak mencapai aqil ketika baligh, artinya tidak mereka tidak mampu memikul beban syariah.

Ada kesenjangan yang lebar antara aqil dan baligh. Anak anak yang sudah dewasa secara biologis atau mampu bereproduksi (baligh), ternyata tidak lantas menjadi mampu dewasa secara psikologis, finansial, mandiri memikul syariah dan kewajiban sosial lainnya (aqil). Umumnya baligh terjadi di usia 12-14 tahun, tetapi Aqil baru dicapai di usia 22-24 tahun

Riset membuktikan bahwa dalam sistem persekolahan dan sosial modern, telah terjadi pembocahan yang panjang. Kenakalan, kegalauan, depresi, penyimpangan sosial dan perilaku sex dll diakibatkan karena kesenjangan antara masa tibanya baligh (dewasa biologis reproduktif) di usia 12-14 dengan tercapainya aqil (dewasa psikologis produktif) di usia 22-24 bahkan lebih.

Sampai disini maka bisa dipahami betapa pentingnya mendidik generasi aqilbaligh, generasi yang aqil dan baligh dicapai bersamaan.

Kapan dimulai pendidikan generasi aqilbaligh, tentu sejak usia dini, 0-6 tahun. Titik kritikal nya di usia 7 dan 10. Kritikalnya fase ada di pre AqilBaligh, usia 10-14. Catatan bahwa Usia 14 adalah rata2 usia seseorang mencapai baligh.

Usia 10 adalah titik kritis untuk "mengenal" Allah (fitrah keimanan) dan "mengenal diri" (fitrah bakat) secara mendalam.  Usia 11-14 anak anak pre aqilbaligh akan menjalani masa yg paling berat sepanjang masa anak2nya krn inilah persiapan aqil baligh.

Bagaimana pada fase pre aqilbaligh, fitrah keimanannya berwujud menjadi akhlak yg mulia yang dibutuhkan sbg kredibilitas attitude dan sosialnya pada fase aqilbaligh. Bagaimana pada fase pre aqilbaligh, fitrah bakat dan fitrah belajar berwujud menjadi peran dan karya produktif yang dibutuhkan sbg kredibiltas kompetensinya dan kredibilitas peran profesinya pada fase aqilbaligh.

Pada prinsipnya, mendidik anak lelaki dan anak wanita sama yaitu merawat dan menumbuhkan fitrah baik fitrah keimanan (aqidah), fitrah belajar dan nalar, fitrah bakat dan peran sesuai tahapan usianya.

Hanya yang membedakan adalah fitrah peran kelelakian dan peran keayahan yang harus dibangkitkan pada anak lelaki. Diantara kewajiban anak lelaki ketika mencapai aqilbaligh adalah menjadi Qowam, pencari nafkah dan pemimpin rumah tangga, perancang visi rumahtangga dstnya.

Karenanya leadershipnya bisa dimulai sejak usia dini dengan yang paling sederhana, misalnya memelihara hewan dan tumbuhan. Rasulullah saw menggembala kambing ketika usia dini (0-6) di Bani Sadiah. Setelah itu usia 7-10 mulai libatkan dalam project2 sederhana di rumah. Usia 11-14 mulai antarkan ke Maestro atau pakar/maestro yang sesuai bakatnya untuk magang. Rasulullah saw mulai magang bersama pamannya di usia 11-12 tahun.

Di usia ini, menitipkan anak pd keluarga sholehah (homestay) atau Murobby (pendamping akhlak juga penting utk menularkan keteladanan dan keshalihan.

Post a Comment

0 Comments